Biografi Yūsuf al-Qaradhāwī
1*Riwayat Hidup, Pendidikan dan Karir
Dr. Yusuf al-Qaradhawi lahir di Desa
Shafat at-Turab, Mahallah al-Kubra, Gharbiah, Mesir, pada 7 September 1926.
Nama lengkapnya adalah Yusuf bin Abdullah bin Ali bin Yusuf. Sedangkan
al-Qaradhawi merupakan nama keluarga yang diambil dari nama daerah tempat
mereka berasal, yakni al-Qarādhah.[1]
Keluarga beliau adalah
keluarga yang sederhana. Ayahnya bernamata pencaharian sebagai petani dan juga
berdagang, sedangkan pekerjaan keluarga al-Qaradhāwi dari pihak ibu adalah
pedagang.[2]
Ayah al-Qaradhawi meninggal ketika
ia berusia dua tahu. Oleh sebab itu beliau dipelihara oleh pamannya. Paman yang
memeliharanya itu sangat menyayanginya, sehingga al-Qaradhāwi kecil telah
menganggap pamannya sebagai ayahnya sendiri dan anak-anak pamannya dianggapnya
saudara sendiri.[3]
Ketika berusia lima tahun
al-Qaradhawi diantarkan oleh pamanny ke salah satu guru agama yang disebut al-kuttāb
di desanya untuk belajar mengaji dan menghapal Al-Qur’an. Di tempat
tersebut al-Al-Qaradhawi terkenal sebagai seorang anak yang sangat cerdas.
Dengan kecerdasannya beliau mampu menghafal al-Qur’an dan menguasaihukum-hukum
tajwidnya dengan sangat baik.[4]
Al-Qaradhawi menyempurnakan hafalan
Al-Qur’an pada usia sepuluh tahun, dengan bacaan bertajwid. Karena kemahirannya
dalam bidang Al-Qur’an pada masa remajanya, ia justru dipanggil mengajar di
masjid-masjid.
Pada usia tujuh tahun, beliau masuk
ke Madrasah Ilzamiyyah di bawah kementrian Pendidikan untuk dengan nama”Syaikh
Al-Qaradhawi” oleh orang di sekitar kampungnya, bahkan ia selalu ditunjuk
menjadi imam shalat, terutama shalat yang jahriyah. Setelah keluar dari
madrasah tersebut, beliau melanjutkan ke Madrasah Ibtida-iyyah “Thantha”, yang
diselesaikannya dalam waktu empat tahun. Kemudian pindah ke Madrasah
Tsanawiyyah yang sama selama lima tahun.[5]
Dia menyelesaikan sekolah dasar dan
menengahnya di lembaga pendidikan itu dan selalu menempati ranking pertama.
Kecerdasannya telah tampak sejak dia kecil. Sehingga salah satu gurunya memberi
gelar “al-lamah” (sebuah gelar yang biasanya diberikan pada seseorang
yang memiliki ilmu yang sangat luas). Dia meraih ranking kedua untuk tingkat
nasional, Mesir, pada saat kelulusannya di sekolah Menengah Umum. Padahal waktu
itu dia pernah dipenjarakan.
Setelah itu ia pergi ke Kairo untuk
melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi. akhirnya ia masuk Fakultas Ushuluddin
di Universitas al-Azhar. Ia berhasil memperoleh ijazah Perguruan Tinggi pada
tahun 1952-1953. Beliau meraih ranking pertama dari mahasiswa yang berjumlah
seratus delapan puluh. Kemudian dia memperoleh ijazah setingkat S2 dan
memperoleh rekomendasi untuk mengajar di fakultas Bahasa dan Sastra pada tahun
1954. Dia kembali meraih ranking pertama dari tiga kuliah yang ada di al-Azhar
dengan jumlah siswa lima ratus orang. Pada tahun 1956, Dr. Yusuf al-Qaradhawi
bekerja di bagian pengawasan bidang Agama pada Kementrian Perwakafan di Mesir
dengan aktivitas ceramah dan belajar berhitung, sejarah, kesehatan dan
lain-lain. Kemudian diangkat menjadi penilik lembaga al-A-Immah. Pada tahun
1958 dia memperoleh ijazah diploma dari Ma’had Dirasat al-Arabiyah al-Aliyah
dalam bidang bahasa dan sastra.
Pada tahun 1959 beliaudipindahkan ke
bagian administrasi umum untuk Tsaqafah Islamiyyah di Universitas al-Azhar
untuk mengawasi penerbitannya, dan bekerja dikantor seni pengelolaan dakwah dan
bimbingan. Sedang di tahun 1960 dia mendapatkan ijazah setingkat Master di
jurusan Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Sunnah di fakultas Ushuluddin. Pada tahun 1973
dia berhasil meraih gelar Doktor dengan peringkat summa cum laude dengan
disertasi yang berjudul “az-Zakat wa Atsaruha fi Hill al-Masyakil
al-Ijtimaiyyah (Zakat dan Pengaruhnya dalam Memecahkan Masalah-masalah Sosial
Kemasyarakatan)”.[6]
Dia terlambat memperoleh gelar
doktornya karena situasi politik Mesir yang tidak menentu. Pada tahun ini juga
didirikan Fakultas Tarbiyah yang merupakan cikal bakal Universitas Qatar.
Kemudian ia dipindahkan ke sana untuk mendirikan sekaligus memimpin bagian
Dirasah Islamiyyah (Islamic Studies). Keterlambatannya meraih gelar doktoral
itu bukannya tanpa alasan. Sikap kritislah yang membuatnya baru bisa meraih
gelar doktor pada tahun 1972. Untuk menghindari kekejaman rezim yang berkuasa
di Mesir, Al-Qaradhawi harus meninggalkan tanah kelahirannya menuju Qatar pada
tahun 1961. Di sana, ia sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas
Qatar. Pada saat yang sama ia juga mendirikan mendirikan Pusat Kajian Sejarah
dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraanQatar dan menjadikan Doha sebagai
tempat tinggalnya.[7]
Namun sebelum itu, ia sudah
merasakan kerasnya kehidupan penjara. Saatberusia 23 tahun, Al-Qaradhawi muda
harus mendekam di penjara akibat keterlibatannya dalam pergerakan Al-Ikhwānul
Muslimn saat Mesir masih dijabat Raja Faruk tahun1949. Setelah bebas dari
penjara, ia lagi-lagi menyuarakan kebebasan. Karenakhutbah-khutbahnya yang
keras, dan mengecam ketidak adilan yang dilakukan rezim berkuasa, Ia harus
berurusan dengan pihak berwajib. Bahkan, ia sempat dilarang untuk memberikan
khutbah di sebuah Masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya
dinilai menciptakan opini umum tentang ketidakadilan rezim saat itu. Akibatnya,
tahun 1956 (April) ia kembali ditangkap saat terjadi Revolusi di Mesir. Setelah
beberapa bulan, pada Oktober 1956, Al-Qaradhawi kembali mendekam di penjara
militer selama dua tahun. Setelah berkali-kali mendekam dibalik jeruji besi,
Al-Qaradhawi akhirnya meninggalkan
Mesir tahun 1961 menuju Qatar. Di Qatar ini, al-Qaradhawi lebih leluasa
mengungkapkan pemikiran-pemikiran nya. Pada tahun 1977, ia merintis dan
mendirikan Fakultas Syari’ah dan Dirasah Islamiyyah di Universitas Qatar.
Sebagaimana ia juga telah menjadi Direktur Pusat Pengkajian Sunnah dan Sirah
Nabawiyyah di Universitas Qatar, di samping posisinya sebagai dekan fakultas.
Melalui bantuan universitas, lembaga-lembaga keagamaan, dan yayasan-yayasan
Islam di dunia Arab, Yusuf Al-Qaradhawi sanggup melakukan kunjungan ke berbagai
Negara Islam dan non-Islam untuk misi keagamaan. Dalam tugas yang sama pada
tahun 1989 ia mengunjungi Indonesia.[8]
Dalam berbagai kunjungannya ke
Negara-negara lain, ia aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar
danmuktamar. Misalnya, seminar hukum Islam di Libya, Muktamar Pertama tarikh
Islam di Beirut, Muktamar Internasional Pertama mengenai ekonomi Islam di
Mekkah, dan muktamar hukum Islam di Riyadh. Akhirnya, Dr. Yusuf al-Qaradhawi
menjadi salah seorang pengikut Jama’ah Al-Ikhwānul Muslimin yang terkenal. Ia
memiliki aktifitas besar dalam penyebaran dakwah jamaah ini di Mesir pada saat
dia berada di Mesir, dan juga di luar Mesir, khususnya ketika ia berada di
Qatar. Di saat itu Dr. Yusuf al-Qaradhawi mempunyai aktifitas yang besar dan
pengaruh yang tidak dapat ditutup-tutupi terhadap masyarakat di sana.
Aktivitas Dr. Yusuf al-Qaradhawi tidak terbatas pada penulisan buku saja,
tetapi ia juga terlibat langsung di berbagai media informatika, baik cetak
maupun elektronik. Selain itu, ia juga mempunyai andil yang sangat besar dalam
beberapa acara di televisi. Acara ini dimanfaatkan oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi
untuk menyebarluaskan pemikiran dan fatwanya.
2*Latar Belakang Sosial dan Intelektual
Sejak ditaklukan oleh sahabat Amru
bin Ash, Mesir telah melahirkan banyak ulama Islam. Dari zaman klasik, ada Ibn
al-Atsīr atau Imam Asy-Syāfi’ī yang menghabiskan sebagaian besar umurnya di
sana. Di zaman moderen dan kebangkitan Islam ada ulama-ulama pembaharu ;
Jamaluddin al-Afghāni, Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Ridha. Hingga hari ini Mesir
dengan institusi al-Azhār-nya tetap melahirkan banyak ulama, salah satu ulama
Mesir yang terkenal adalah Yūsuf al-Qaradhāwī.
Al-Qaradhāwi
lahir, tumbuh dan berkembang hingga masa anak-anaknya berlalu di sebuah desa
bernama Shaft Thurab. Di desa tersebut pernah tinggal salah seorang sahabat
Rasulullah saw yang ikut menaklukan Mesir pada saat pemerintahan Khalifah Umar
yaitu Abdullah bin Hārits. Sahabat yang mulia ini beristiri wanita Shaft Thurab
beranak pinak dan meninggal di sana. Sahabat ini telah menanamkan semangat
untuk mendalami agama Islam di kepada penduduk Shaft Thurab. Salah satu tradisi
desa itu adalah adanya para guru agama yang bertugas membimbing anak-anak untuk
belajar agama dan menghapal Al-Qur’an.[9]
Guru-guru agama itu disebut al-kuttāb, seperti
dijelaskan di atas di salah satu kuttab itulah al-Qaradhāwi berhasil
menghapal al-Qur’an di usia yang cukup belia.
Salah satu
bukti betapa kuat tradisi intelektual/keulamaan dan ruh Islam di desa Shaft
Thurab menurut Muhammad al-Majdzūb adalah penghargaan mereka terhadap kegiatan
menghapal Al-Qutr’an dan orang-orang yang berhasil menghapal Al-Qur’an.
Penduduk desa menjuluki al-Qaradhawi sebagai “Syaikh al-Qaradhawi” ketika
melihat kecerdasan beliau dan kemampuannya menghapal 30 juz dengan tajwid yang
baik. Penduduk desa bahkan mempersilakannya menjadi imam salat agar bacaannya
bertambah baik, padahal usia beliau waktu itu masih sekitar sepuluh tahun.[10]
Di desa dengan suasana seperti itulah
al-Qaradhāwī menghabiskan masa kecilnya sebelum ia berhijrah ke Thanta untuk
melanjutkan pendidikannya.
Di Thanta
lah beliau mulai bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna pendiri
gerakan al-Ikhwān al-Muslimīn. Persentuahnnya dengan gagasan-gagasan al-Banna
membuatnya berani melepaskan diri dari sikap fanatik madzhab., sehingga
meskipun ia dididik di dalam lingkungan mazhab Hanafiyah ia tidak menjadi
fanatik mazhab. Hal itu karena Hasan al-Banna selalu menganjurkan anggota
gerakannya untuk melepaskan diri dari sikap fanatik dan mempertimbangkan
pendapat ulama-ulama terdahulu berdasarkan Al-Qur’an dan sunah. Anjuran itu
banyak disampaikan di dalam karya a-Banna berjudul Risālah at-Ta’līm.[11]
Sayyid Sābiq
melalui bukunya Fiqh as-Sunnah juga mempengaruhi pemikiran al-Qaradhāwī
untuk tidak bersikap fanatik dan mengembalikan semua persoalan kepada Al-Qur’an
dan sunah.[12]
Meskipun
dikenal sebagai seorang ulama dalam bidang fikih atau syariah, sebenarnya latar
belakang akademis al-Qaradhawi adalah ushuluddin yang diselesaikannya pada
tahun 52-53 dengan sebagai peringkat pertama dari 180 mahasiswa. Setelah itu
beliau melajutkan memperdalam bahasa di Fakultas Bahasa Arab, kemudian
memperdalam bidang Tafsir dan Hadis.[13]
Beliah mendalami syariat atau bidang hukum
lebih pada kegelisahannya ataas berbagai persoalan yang dihadapi umat seperti
yang diakuinya sendiri di mukaddimah buku Fatāwa Mu’āshirah. Beliau
berhasil mempelajari syariat dengan sangat baik. Buku-buku yang kerap beliau
telaah sejak masa kecilnya antara lain al-Lubāb, al-Ikhtiyār, Subul
as-Salām, Nail al-Authār, keduanya merupakan buku penjelasan atas
hadis-hadis hukum dengan metode perbandingan mazhab. Beliau juga sangat akrab
dengan buku al-Muhalla karya Ibn Hazm sejak masa mudanya.[14]
Ada beberapa
tokoh yang cukup berpegangaruh terhadap sikap intelektual al-Qaradhāwi, tokoh
yang paling berpengaruh padanya seperti yang diakuinya sendiri adalah Hasan
al-Banna. Al-Qaradhwawi kerap mengikuti al-Banna berkeliling ke beberapa tempat
dan senantiasa menyimak ceramah dan menelaah buku-bukunya. Tokoh lainnya adalah
al-Bahī al-Khailī dan Muhammad al-Ghazālī sebagai dua sosok utama al-Ikhwān
al-Muslimīn.
Pengaruh
gerakan ini memang sangat kuat terhadap al-Qaradhāwi bahkan lebih kuat dari
pengaruh pendidikan resminya di al-Azhar.[15]
Dari
kalangan ulama al-Azhar, al-Qardhāwi banyak terpengaruh oleh beberapa tokoh
antara lain Muhammad ‘Abdullah Darrāz. Al-Qaradhāwi mengagumi tokoh ini karena
keluasan dan orisinalitas ilmu dan pemikirannya yang terlihat terutama di dalam
bukunya Falsafah al-Akhlāq fi al-Islām. Ulama lain yang mempengaruhinya
adalah Muhammad Syaltūt, ‘Abd al-Halīm Muhammad. Pada tokoh yang disebut
terakhir, al-Qaradhāwi mendalami filsafat Islam ketika mengikuti kuliah
Ushuluddin yang diampu Syaikh al-Azhar tersebut.[16]
3*Kontribusi dan Karya-Karyanya
Yūsuf al-Qaradhāwi adalah ulama yang
memperhatikan hampir semua cabang keilmuan Islam, terutama dalam fikih dan
hadis. Selain itu beliau juga sangat peduli terhadap perkembangna dakwah
Islam dan kebangkitan ummat Islam. Beliau banyak mengarang buku tentang
kebangkitan Islam, atau as-sahwah al-islāmiyyah. Beliau berkontribusi
cukup besar di dalam bidang-bidang tersebut. Gagasannya yang cukup tersebar
luas misalnya Fikih Realitas (Fiqh
Wâqi’î), Fikih Prioritas (Fiqh al-Aulawiyât). Fiqh
al-Maqâshid al-Syarî’ah, Fikih perubahan (Fiqh al-Tagyîr),
dan Fikih Keseimbangan (fiqh al-Muwâzanah).
Karya al-Qaradhawi sesuai yang
dilampirkan oleh penerbit Dār asy-Syurūk di salah satu karyanya yang
diterbitkan oleh penerbit tersebut berjumlah 150 judul. Di sini hanya akan
disebutkan karya-karyanya dalam bidang fikih dan ilmu hadis, karena kedua
bidang tersebut lah yang bersentuhan langsung dengan penelitian ini. Di dalam
bidang fikih dan ushul fikih, ada banyak karya-karya yang beliau hasilkan.
Karya-karya tersebut antara lain :[17]
1.
Al-Halāl wa al-Harām fi al-Islām
2.
Fatāwa al-Mu’āshirah sebanyak tiga jlid
3.
Taisīr al-Fiqh : Fiqh as-Shiyām
4.
Al-Ijtihād fi asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah
5.
Madhkl li Dirāsah asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah
6.
Min Fiqh ad-Daulah fi al-Islam
7.
Taisir al-Fiqh li Muslimin al-Mu’ashir
8.
Al-Fatwa baina al-Indibat wa at-Tasayyub
9.
‘Awamil as-Sa’ah wa al-Marunah fi asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah
10. Al-Fiqhu
al-Islamiy Baina al-Ashl wa at-Tajdid
11. Al-Ijtihad
al-Mu’ashir baina al-Indibath wa al-Infirath
12. Fiqh
az-Zakah
13. Fiqh
al-Jihād
Di dalam bidang ilmu hadis dan
Al-Qur’an atau seputar pemahaman terhadap sunah, al-Qaradhawi menuliskan
beberapa buku antara lain ;[18]
1.
As-Shabru fi al-Qur’ān al-Karīm
2.
Al-‘Aqlu wa al-Ilmu fi al-Qur’ān al-Karīm
3.
Kaifa Nata’āmal Ma’a al-Qur’ān al-Karīm
4.
Kaifa Nata’āmal Ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah
5.
Durūs Fi at-Tafsīr- Tafsīr Surah ar-Ra’d
6.
Al-Madkhal li Dirāsah as-Sunnah an-Nabawiyyah
7.
As-Sunnah an-Nabawiyyah Mashdar al-Ma’rifah wa al-Hadhārah.
Pada bidang-bidang yang lain,
al-Qaradhawi juga giat menulis dan menghasilkan banyak karya. Di bidang akidah
beliah menuliskan dua karya tentang wujud Allah dan hakikat tauhid.[19]
Beliau juga menulis di bidang akhlak
sebanyak empat buku tentang membangun akhlak dan kehifupan rabbani berdasarkan
Al-Qur’an.[20]
Sebagai aktivis dakwah al-Qaradhāwi
menulis banyak buku seputar dakwah dan pembimbingan umat (tarbiyyah)
menuju kebangkitan Islam (as-Shahwah al-Islāmiyyah). Pada daftar
karyanya di bagian belakang buku Kaifa Nata’āmal disebutkan terdapat 32
judul buku.[21]
Karya-karyanya di dalam tema-tema
wacana keislaman umum selain proyek fikih, dakwah dan kebangkitan Islam yang
memang ditekuninya ada sekitar 23 judul. Disamping menulis karya-karya
ilmiyah al-Qaradhawi juga menyempatkan diri untuk menuliskan syair-syair dalam
diwan. Jumlah syair yang telah ia gubah dan dipublikasikan ada empat judul.
Tema-tema yang diangkat al-Qaradhawi di dalam syairnya juga sama dengan
tema-tema tulisan “seriusnya”, mulai dari syair tentang Yūsuf as-Shadīq,
ilmu, hingga tema kebngkitan Islam[22].
Gagasan-gagasan al-Qaradhawi yang
dituangkan di dalam bentuk muhādarah atau makalah tercatat sekitar 15
judul dengan tema yang beragam.
Di dalam penelitian ini, yang menjadi fokus pembahsan
adalah pemikiran al-Qaradhāwi mengenai sunah, terutama di dalam hal metode atau
kaidah memahaminya. Juga dibahas secara ringkas implikasi metode tersebut di
dalam beberapa fatwa-fatwanya yang merupakan produk fikih dari beliau.
Selain berkarya dalam bentuk
tulisan, al-Qaradhāwi juga aktif menjadi pengurus bagi lembaga-lembaga
keislaman yang tersebar di beberapa negara. Menurut catatan Isham Talimah,
sebagaimana dikutip di dalam buku “Otoritas Sunnah Non Tasyri`iyyah Menurut
Yusuf al-Qaradhawi” karya DR. Tarmizi M.Jakfar, MA, ada beberapa lembaga dimana
Al-Qaradhawi menjadi anggotanya.[23]
1.
Anggota pada majelis Tinggi Pendidikan di Qatar dalam masa beberapa tahun.
2.
Anggota Majelis Pusat Riset Kontribusi Kaum Muslimin dalam Peradaban yang
berpusat di Qatar.
3.
Anggota Lembaga Fiqh Islam, yang berafiliasi pada Liga Muslim Dunia yang
berpusat di Makkah.
4.
Tenaga Ahli Lembaga Riset Fiqh yang berada dibawah naungan Organisasi
Konferensi Islam (OKI).
5.
Anggota Lembaga Riset Maliki untukPeradaban Islam “Yayasan Ahli Bait” di
Yordania.
6.
Anggota Dewan Penyantun Internasional Islamic University Islamabad Pakistan.
7.
Anggota Dewan Penyantun pada Pusat Studi keislaman di Universitas Oxford.
8.
Anggota Persatuan Sastra Islam.
9.
Anggota Pendiri Organisasi Ekonomi Islam Di Kairo.
10.
Anggota Bantuan Islam Internasional, yang berpusat di Kuwait.
11.
Anggota Dewan Pengawas Internasional untuk Masalah Zakat Kuwait.
12.
Anggota Dewan Penyantun Organisasi Dakwah Islam di Afrika yang Berpusat di
Khurthoum, Sudan.
13.
Anggota Majelis Dana Islam untuk Zakat dan Sedekah di Qatar.
14.
Anggota Dewan Penyantun Wakaf Islam untuk Majalah al-muslim
al-Mu`ashir.
15.
Ketua Majelis Keilmuan Pada Sekolah Tinggi Eropa untuk Studi Islam, Prancis.
16.
Anggota Dewan Pengawas Pada Perusahaan al-Rajhi untuk investasi yang berpusat
di Arab Saudi.
17.
Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar.
18.
Ketua Dewan Pengawas Bank Islam di Qatar Internasional.
19.
Ketua Dewan Pengawas Bank Takwa di Swiss.
20.
Anggota Yayasan Media Islam Internasional di Islamabad, Pakistan.
21.
Ketua Majelis Organisasi Budaya al-Balagh untuk Pengabdian
terhadap Islam melalui internet.
22.
Ketua Majelis Fatwa dan Riset untuk Eropa.